Saya belum pernah mendengar istilah business athlete ini sampai suatu hari saat saya sedang berlari pagi di kota Surabaya dan saat melewati showroom mobil BMW, mereka baru saja merilis varian 5-Series mereka dengan tulisan besar ala iklan BMW
BUSINESSATHLETE
Wow.. koq kata-katanya kedengeran keren banget ya?! Saya tahu istilah businessman, ataupun athlete yang selama ini selalu digunakan terpisah, tapi begitu digabungkan terdengar keren (plus BMW seri-5 nya juga memang terlihat formal namun kekar!). Saat itu, saya hanya mengingat dan melanjutkan lari lagi.
Hingga beberapa tahun kemudian, kalimat itu seperti entah datang kembali dan kali ini membuat saya merenungkan sendiri “sepertinya memang kedua kata tersebut bisa dikaitkan dalam kehidupan nyata dan memang perlu”, bagaimana maksudnya ?
Begini cara saya memahami kalimat keren tersebut

Atlit, olahragawan atau penggemar olahraga
Memang, kata atlit kedengarannya berlebihan, karena kalau kita mendengar kata atlit pastinya yang terbayang adalah seorang pria atau wanita berbadan kurus dengan massa otot dan postur badan yang tegap. Ya, saya sendiri jauh dari perawakan seperti itu, jangan kan otot, mungkin postur badan saya juga ngga tegap-tegap amat. Disini pendekatan atlit bukan berbicara mengenai apa yang bisa dilihat oleh kasat mata, apa yang ditunjukkan oleh seorang atlit pada saat dia berlaga di kompetisi, tapi lebih kepada bagaimana dan apa yang membentuk dan dijalani sebelum berlaga.
Kalau kita menggunakan analogi “gunung es” terminologi atlit disini kita gunakan untuk menirukan gumpalan besar yang berada di bawah permukaan lautannya.
Pemahaman akan hal ini lah yang menjadi faktor penentu apakah seseorang bisa memiliki mindset business athlete atau memang sekedar business person berbadan atletik!
Memiliki pola berpikir seorang atlit
Sekali lagi, terminologi “atlit” akan terdengar dibesar-besarkan selama anda membaca tulisan ini, tapi tujuannya memang bukan menyamakan diri saya dengan atlit sesungguhnya, namun bagaimana beberapa pendekatan dunia olahraga yang kebetulan saya jalani sebagai hobi dapat mempengaruhi cara saya menjalankan profesi saya di dunia kerja.
Tulisan-tulisan mengenai keseharian saya dalam menjalani hobi lari saya dapat anda temukan pada artikel-artikel saya sebelumnya, dan dari sana anda mungkin dapat memahami bahwa walaupun saya bukan pelari yang selalu mengincar podium dalam setiap race yang saya jalani, namun hampir semua race yang saya jalani memiliki perencanaan, bahkan dalam keseharian saya dalam berlari.
Mungkin hampir semua orang dalam masa kecilnya tidak mungkin terlepas dari aktifitas fisik, apalagi yang masa kecilnya dihabiskan sebelum tahun 2000, dari tahap SD hingga SMA ngga akan lepas dari kegiatan olahraga, entah yang diwajibkan maupun ekstrakulikuler. Begitu pula dengan saya, sejak kecil saya menyukai basket hingga SMA dan masih saya tekuni hingga awal tahun perkuliahan, hingga akhirnya karena saya bolak-balik Depok – Grogol, saya lebih suka menghabiskan waktu untuk berlari di Gelora Senayan (dulu namanya) bersama dengan papa saya selepas pulang kerja. Hingga saat ini, olahraga yang masih bisa melekat sebagai rutinitas adalah lari, dan sejak tahun 2015, pola berlari saya mulai meningkat dari sekedar lari menjadi latihan.
Bedanya tentu saja ada, dengan latihan berarti saya akan melakukan sesi lari saya untuk satu tujuan atau goal, entah itu karena sekedar akan ikut race atau ingin memecahkan rekor waktu atau jarak tempuh baru. Tentunya dengan tujuan-tujuan tersebut, sesi lari saya harus lebih terstruktur dan bertahap. Tidak mungkin kan judulnya pingin lari 10K pertama kali di suatu event, tapi dua minggu sebelumnya sudah “pecah telor” lari di GBK sejauh 10 kilo?! Dan dengan menjamurnya event lari sepanjang tahun-tahun tersebut, saya hampir tidak pernah melewatkan mengikuti event lari saat saya sedang cuti, sehingga hampir 70 – 80 persen sesi lari saya adalah…. latihan.
Nah setelah membaca tulisan saya diatas, bisa kebayang ya pendekatannya dari sisi mana, tentunya kalau latihan ala saya ya ototnya ngga akan kebentuk seperti atlit..hehe

Menerapkan pola latihan di dunia kerja
Mari kita bicara mengenai kalimat business athlete ini. Kalau kata “business”nya ngga perlu dijelaskan lagi ya, walaupun saat ini saya sebenarnya lebih tepat dibilang professional atau karyawan, kata Business disini karena lebih kepada kesesuaian padanan kata-katanya yang ternyata juga umum digunakan di dunia lho.
Dunia kerja, entah itu wirausaha maupun profesional memiliki kesamaan dalam cara menjalankannya termasuk kiat-kita yang perlu diperhatikan agar menjadi sukses. Seperti istilah pepatah kuno hidup ini seperti roda pedati, kadang diatas kadang dibawah ini berlaku pada kedua jenis profesi dengan bentuk nyata yang berbeda tentunya, seorang pengusaha akan berada di bawah saat pendapatan bulanannya sedang turun karena suatu hal, resesi dan sebagainya, begitu pula dengan seorang profesional mungkin bisa berada di bawah saat peluang karirnya sedang tertutup misalnya karena belum ada posisi tersedia, ataupun sesederhana beban pekerjaan yang menumpuk dibanding hari-hari saat “roda pedatinya sedang diatas”.
Intinya adalah, dunia kerja adalah sesuatu yang dinamis, ada bagian yang bisa kita kontrol atau malah “sepertinya” bisa dikontrol atau benar-benar diluar kendali kita dan kita harus dapat beradaptasi dengan hal-hal tersebut untuk tetap menjaga performa kita, entah pendapatan maupun prestasi dan produktifitas kerja kita. Disinilah pola berpikir dan mindset seorang atlit akan membawa perbedaan dalam dunia kerja. Nah, memangnya apa saja sih yang dijalani seorang penggiat olahraga seperti saya dalam menjalankan latihan-latihan lari yang diceritakan diatas ?

Sebut saja saat saya berlatih untuk menembus batasan-batasan ini:
– Berlari 10 kilometer di bawah satu jam
– Berlari half marathon 21 kilometer untuk pertama kalinya
– Berlatih memecahkan waktu rekor 10 kilometer diatas
– Berlari marathon dengan catatan waktu terbaik (berapapun)
Keempat contoh diatas adalah contoh target lari yang pola latihannya tidak sama satu dengan lainnya dan disini saya bukan mau membahas detail perbedaan tersebut.
Yang bisa anda lihat dari keempat contoh diatas apabila direfleksikan di dunia kerja tentunya akan berbunyi seperti ini:
– Melakukan hal yang pernah dilakukan dengan lebih baik
– Menjalankan posisi baru sejak dipromosikan
– Melakukan improvement dari hal yang pernah dilakukan
– Berusaha menjual produk dagang sebanyak mungkin
Untuk mencapai keempat target lari tersebut, saya akan melakukan latihan-latihan yang sudah saya buat dan rencanakan secara terstruktur dalam waktu tertentu yang relatif panjang. Tidak ada orang bisa memecahkan waktu terbaiknya dalam suatu event dengan berlatih seminggu dua minggu (kecuali waktu terbaiknya dulu tidak diselesaikan dengan full effort ya..), pola latihan yang terstruktur dan dijalankan dengan konsisten serta fokus, itu adalah kunci yang saya pegang saat saya berhasil memecahkan waktu-waktu terbaik (personal best) saya ataupun saat saya berlari marathon pertama kalinya.
Satu lagi yang esensial dalam sebuah latihan lari adalah saya akan secara sadar dan konstan bergeser terus dari “zona nyaman” saya, entah itu dalam bentuk kenyamanan waktu durasi lari maupun pace larinya. Anda yang membaca artikel ini dan menyukai latihan High Intensity Interval Training (HIIT) bisa membayangkan pola latihan lari saya yang 5 kali seminggu termasuk satu sesi Interval..setiap minggu selama sesi latihan menjelang race!

Dan seperti layaknya latihan mencapai target, tentunya ada juga kalanya sesi latihan saya tidak mencapai target, seperti saat saya mencoba memecahkan rekor 5 kilometer dibawah 20 menit, ini bahkan saya lakukan 2 kali dan sampai hari ini pun masih belum pecah.. Apakah saya kesal, apakah saya merasa lemah, tidak tentunya, bagi saya itulah kenapa istilah yang digunakan adalah Personal BEST, a great run is a great run.
Bangga menjadi seorang business athlete
Jadi sejauh ini, beberapa hal positif yang bisa diambil dari hobi lari tadi diantaranya adalah: fokus dalam latihan, terstruktur, menset target, pantang menyerah dan konsisten. Hmm, bukannya itu juga umum kita dengarkan dalam pelatihan, seminar motivasi, ataupun cerita-cerita sukses beberapa pengusaha terkenal ? Jawabannya tentu saja. Namun ada yang membedakan apabila anda mendapatkannya dari cara-cara diatas dibandingkan dengan saya yang mendapatkannya dari hobi lari saya.
Its the process that determines
Menjadi orang yang bisa menyelesaikan jarak tempuh 5 kilometer dalam 21 menit (ya ini Personal Best saya) membutuhkan proses yang tidak mudah. Saya akan start dengan “batasan” yang saya miliki, tentunya adalah catatan waktu terbaik saya sebelumnya, dan melatih diri saya sambil membangun keyakinan kalau saya bisa menembusnya. Membangun kepercayaan diri sambil meyakinkan diri bahwa rasa sakit yang dirasakan saat latihan akan membuahkan hasil yang sesuai nantinya saat race day!
Dalam menekuni hobi lari saya pun saya berlatih sendirian, dalam artian sebenarnya ya tidak ada komitmen, toh kalau saya bisa berlari 5 kilometer tadi belum tentu podium ataupun akan diliput media, namun kepuasan diri dan penghargaan terhadap proses latihannya lah yang sebenarnya saya kejar yang nantinya akan menjadi motivasi saya kembali setelahnya dan setelahnya lagi. Sebelum saya mempraktekkannya dalam dunia profesional saya, hal-hal diatas sudah saya “walk the talk” selama saya menekuni hobi lari. Kegagalan adalah hal yang saya antisipasi, entah selama latihan maupun race day.

Dalam profesi saat ini, saya seakan-akan bisa melihat bagian-bagian pekerjaan saya seperti bagian-bagian dari porsi latihan yang harus saya jalani dengan serius. Akan ada pekerjaan yang berat yang harus saya tekuni benar-benar dengan penuh fokus untuk menyelesaikannya atapun juga pekerjaan yang kompleks yang butuh ketekunan dan kesabaran. Oh ya, apalagi dengan menjalani latihan dan kebiasaan lari jarak jauh atau endurance running, saya bisa melatih otak saya bukan hanya tentang kesabaran, tapi juga keyakinan bahwa pekerjaan (baca: race) tersebut pasti bisa saya jalani, kerjakan dan selesaikan!
Seorang business athlete adalah pribadi yang bisa menghargai proses dan memiliki pemikiran yang terstruktur seperti saat dia menjalani latihan-latihannya, tidak langsung “lompat ke solusi”, mampu berpikir jauh ke depan dengan penuh kesabaran dan keyakinan seperti saat berlari marathon namun juga bisa taktikal dan mengambil keputusan dengan cepat seperti saat akan menyelesaikan sebuah event lari 20 menit, dan… tidak takut gagal.
Ditambah lagi, seorang atlit tentunya akan memiliki sikap yang sportif, berjiwa besar, dapat mengakui keunggulan rekannya termasuk tidak segan belajar dari mereka.
Dan satu lagi, saat sekarang sedang work from home ini, bisa lari pagi dan berolahraga sebelum kerja adalah suatu hal yang luar biasa yang tadinya saya bayangkan hanya bisa dilakukan apabila saya sudah menjadi CEO ?! Olahraga pagi benar-benar men-set mood dan semangat kerja saya, membuat otak saya lebih fokus dan lebih tenang saat berpikir dan mengambil keputusan.
Manfaat fisik dan mental dari hobi lari saya benar-benar membentuk saya menjadi seorang profesional dengan mindset seorang atlit.. ya, seorang business athlete.
